Feodalisme Proses Pengajaran; Penghambat Majunya Pendidikan di Indonesia

OPINI1 Dilihat

Transformasi sistem pendidikan di Indonesia menjadi topik yang sangat hangat dibicarakan. Kemajuan teknologi memaksa sistem pendidikan kita untuk berbenah agar tetap relevan dengan kondisi saat ini. Dalam proses ini, penting untuk merujuk pada konsep dan pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan harus memerdekakan dan bermakna bagi peserta didik. Pendidikan yang ideal memberikan kemampuan kepada siswa untuk hidup mandiri, hidup dengan makna, dan mengembangkan kehidupannya. Tantriana Yolanda menjelaskan bahwa Gerakan Transformasi Pendidikan Ki Hajar Dewantara memberikan kebebasan bagi peserta didik, guru, dan sekolah dalam proses pendidikan untuk membimbing peserta didik agar dapat menjalani dan memaknai kehidupannya. Artinya, proses pembelajaran harus memerdekakan pelaku pendidikan dan lembaga dalam membentuk peserta didik.

Namun, apakah sistem pendidikan kita sudah menerapkan konsep dan pemikiran Ki Hajar Dewantara?

Saat ini, pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dari penerapan konsep pendidikan K.Hajar Dewantara. Sekolah sering kali mempraktikkan budaya feodalisme pendidikan, di mana pendidik memiliki kekuasaan absolut dan siswa dipandang sebagai objek yang sepenuhnya bergantung pada pendidik.

Feodalisme pendidikan merujuk pada paham di mana pendidik memegang kekuasaan mutlak sebagai eksekutor dalam pendidikan, sementara siswa hanya menjadi objek yang bergantung pada pendidik. Praktik feodal ini termasuk prinsip senioritas, pandangan bahwa guru sebagai sumber informasi absolut, serta standarisasi UN dan kurikulum. Semua ini menghambat transformasi yang diperlukan dalam pendidikan kita.

Dalam praktik sehari-hari, kita sering melihat bahwa guru dianggap sebagai pusat informasi, dan setiap pernyataan mereka dianggap kebenaran absolut. Hal ini tentu membunuh kreativitas dan menghambat dialog antara guru dan siswa.

Socrates mengajarkan bahwa metode pendidikan yang baik adalah metode kebidanan, di mana pendidik membantu siswa “melahirkan” dan mengaktualisasikan potensi pengetahuan mereka. Pendidik berfungsi sebagai bidan yang mendukung kelahiran pengetahuan, bukan sebagai penghasil pengetahuan itu sendiri. Namun, realitas pendidikan kita saat ini tidak mencerminkan pandangan Socrates dan Ki Hajar Dewantara.

Meskipun teknologi sudah banyak dimanfaatkan dalam pendidikan, output yang dihasilkan, dalam hal ini siswa, seringkali tidak mampu berdialog dan mengeksplorasi pengetahuan secara efektif karena budaya feodalisme yang ada.

Merdeka belajar seringkali hanya sebatas wacana karena semua masih distandarisasi. Siswa dinilai kurang pintar jika belum menguasai matematika, dianggap tidak sopan jika mengkritisi guru, dan guru dianggap selalu benar. Kita perlu menghilangkan praktik-praktik ini dari sistem pendidikan di Indonesia agar konsep dan pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai transformasi pendidikan dapat terwujud.

Optimalisasi kemampuan guru dan evaluasi serta proses belajar yang berpusat pada siswa adalah kunci untuk mewujudkan transformasi pendidikan. Dengan demikian, pendidikan kita tidak lagi menjadi penyumbang pemikiran feodal, melainkan tempat yang merdeka bagi semua pihak yang terlibat. Proses belajar harus menjadi dialog antara guru dan siswa, di mana guru berfungsi sebagai fasilitator untuk tumbuh kembang siswa. Mari bersama-sama wujudkan pendidikan yang bertransformasi untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.

Penulis : Irenius Asin  (Anggota PMKRI Cab. Ruteng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar

  1. Andai saja Ki Hajar Dewantara beserta tokoh yang telah menggagaskan begitu banyak pemikiran terkait dunia pendidikan masih hidup di jaman sekarang, yang dimana Hak dari seorang pendidik yang tidak diperhatikan tetapi kewajibannya selalu dituntut pasti mereka tidak memilih menjadi guru😂. Karena yang mereka bicarakan hanya sebatas teori ini itu, tetapi tidak pernah terlintas sedikitpun dibenak mereka memikir hak dari seorang guru yang tidak pernah diperhatikan. Saya secara pribadi kadang berpikir bahwa seorang guru derajatnya sangat jauh dibandingkan para buruh yang dalam tanda kutip hanya mengenyam sekolah dasar bahkan tidak sekolah tetapi upahnya jauh lebih tinggi dari guru😁