Oleh : farly tofen (mahasiswa UNIKA St Paulus Ruteng)
Saat ini, Indonesia memiliki proyek besar bidang kebahasaan yakni mempromosikan bahasa Indonesia di tingkat internasioal, khususnya tingkat ASEAN. Proyek ini sejalan dengan peningkatan kemajuan sektor pariwisata dan pasar–dua ruang strategis yang memungkinkan bahasa Indonesia berperan dalam jaringan komunikasi internasional. Sebagai penutur, kita patut menunjang usaha untuk mencapai tujuan yang baik ini dengan segala cara dan sarana yang mungkin.
Namun, patut disadari timbulnya bahaya peminggiran bahasa daerah dalam ruang interaksi kita. Padahal, peran bahasa daerah dalam peradaban nasional tidaklah sedikit. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 6 dan 7 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014, bahasa daerah berperan sebagai pembentuk kepribadian suku bangsa, peneguh jati diri kedaerahan, serta sebagai sarana pendukung bahasa indonesia dan sunber pengembangan bahasa indonesia. Sementara itu, dalam sejarah memberikan pembuktikan bahwa keberadaan bahasa Indonesia tidak bisa diandaikan tanpa ada relasi dengan bahasa daerah. Maka dari hal tersebut, sudah sepatutnya bahasa daerah ditempatkan secara strategis dan setara dengan bahasa Indonesia dalam ruang interaksi kita.
Konservasi bahasa daerah ditentukan oleh jumlah dan keaktifan penutur dalam menggunakannya. Sebagai salah satu komponen penutur bahasa daerah, kaum muda berhak memakai serta bertanggung jawab dalam melestarikan bahasa daerahnya. Faktanya, kaum muda kini menjadi penutur pasif bahasa daerah atau tidak menjadi penutur yang baik. Hal tersebut menjadikan kaum muda sebagai salah satu generasi penyebab kepunahan beberapa bahasa daerah di Indonesia.
Bahasa-bahasa daerah di Indonesia memiliki beragam tingkat kelestarian. Ada yang masih lestari seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Melayu. Namun, ada pula yang terancam punah bahkan punah sama sekali. Sebagai contoh, diperkirakan 30 dari 58 bahasa daerah Papua Barat punah selama 20 tahun terakhir (Ismadi, 2022). Hemat penulis, kepunahan bahasa daerah disebabkan oleh beberapa faktor berikut. Pertama, kurangnya kecintaan akan identitas kedaerahan yang jamak terjadi pada kaum muda akibat kegandrungan pada budaya dan bahasa asing. Kedua, Tuntutan etis-politis ruang publik multikultural untuk mengartikulasi pesan dalam bahasa yang dipahami oleh semua orang (bahasa Indonesia). Ketiga, sempitnya ruang penyebaran bahasa daerah. Dominasi bahasa Indonesia sebagai medium komunikasi bidang politik dan ekonomi mendesak bahasa daerah ke ranah budaya dan ruang-ruang domestik, misalnya keluarga. Masalah lain muncul dalam keluarga yang anggotanya berasal dari komunitas-komunitas penutur bahasa yang berbeda (kasus kawin campur).
Upaya Konservasi
Salah satu dasar konstitutif konservasi bahasa daerah ialah Permendagri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi Pememerintah Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah. Namun, fakta membuktikan peraturan tersebut belum ditindaklanjuti dengan baik oleh sebagian pemerintah daerah (Pemda). Hal ini menunjukkan lemahnya kerjasama pemerintah pusat dan daerah dalam memperkuat kebijakan pelestarian bahasa daerah. Pemda perlu mengintegrasikan bahasa daerah dalam sistem hukum yang integral (menjangkau institusi-institusi), koordinatif (memperhatikan konstitusi nasional), mengikat (melibatkan unsur sanksi), berkelanjutan, dan dapat dievaluasi.
Pelestarian bahasa daerah dapat dilakukan melalui pendekatan kontekstual, sesuai tingkat kelestariannya (punah atau terancam punah atau masih lestari). Untuk itu, Pemda perlu membuka ruang bagi penelitian dan kajian serta mendorong pengembangan bahasa daerah, suapaya pelestrian bahasa daerah ini tetap terjaga dan bisa beada setara dengan bahasa indonesia. Bagi daerah yang dilingkupi beberapa bahasa, prinsip kesetaraan dengan mempertimbangkan keunikan masing-masing bahasa diperlukan dalam setiap peraturan yang dirumuskan.
Penyatuan bahasa daerah dengan aspek-aspek politis dan kultural melalui kerja sama Pemda dengan instansi-instansi vertikal dapat menunjang kelestariannya. Pemda, misalnya, dapat menetapkan aturan wajib berbahasa daerah sekali dalam sepekan bagi setiap instansi, bersinergi dengan Badan Bahasa tingkat daerah untuk menyelenggarakan promosi bahasa dalam bentuk festival bahasa dan sastra daerah, serta mendorong pemaduan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar bidang pariwisata.
Bahasa Daerah dan Kaum Muda
Pelibatan kaum muda dalam pelestarian bahasa daerah membutuhkan proses panjang dan usaha yang intensif. Penguatan kecintaan akan bahasa daerah sejak usia dini sangatlah urgen, sebab tanpa mencintai bahasa daerahnya, mustahil kaum muda dapat berkecimpung dalam usaha melestarikannya. Untuk itu, dibutuhkan reformasi sistem dan model pembentukan karakter individu dalam keluarga. Sebagai basis pembentukan jati diri anak, keluarga perlu memanfaatkan bahasa daerah dalam menginternalisasi nilai-nilai sosio-kultural daerah kepada anak.
Lembaga-lembaga pendidikan juga perlu melibatkan bahasa dan sastra daerah dalam wahana pengajaran bagi peserta didik.Sebagai lembaga pendidikan kaum muda, Sekolah Menengah Atas (SMA) dapat mengejawantahkan panduan Kemendikbud tentang Gerakan Literasi Sekolah di SMA, dengan mendorong gerakan literasi berbasis budaya, melalui aktivitas membaca dan menulis sastra dalam bahasa daerah. Tindakan ini sangat penting agar kelestarian bahasa daerah dapat terjaga sejak dini, karena ketika bahasa daerah ini tidak di lestarian sejak dini susah untuk di lestarikan ketika kaum muda sekarang menjadi penutur pasif dalam mengguanaka bahasa daerah ini.
Masa depan bahasa daerah ditentukan oleh kaum muda. Di kutip dari hasil data sensus penduduk 2020, bahwa jumlah generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94% dari total seluruh populasi penduduk indonesia. Data tersebut menunjukkan pula bahwa empat dari seribu pemuda Indonesia bekerja dengan jabatan “kerah putih”. Mereka diharapkan dapat memberi pengaruh dalam mengungkit kebijakan pelestarian bahasa daerah di setiap institusi. Meskipun secara politis berstatus sebagai bahasa yang dilestarikan (bukan diutamakan), bahasa daerah perlu disejajarkan dengan bahasa Indonesia dalam penggunaannya.
Bahasa daerah perlu menjadi bahasa keren kaum muda (Saputra, dalam Kompas, 6 Maret 2022), dipopulerkan dalam ruang-ruang interaksi, baik fisik maupun maya. Kaum muda harus membentuk komunitas mereka dengan melakukan sahring atau seminar terkait pentingnya bahasa daerah ini di lestarikan agar kecintaan terhadap bahasa daerah terus di tingkatkan dan tentunya menjadi bahasa yang di populerkan oleh kaum muda masa kini. Dengan demikian, masa depan bahasa daerah terjamin dalam tangan kaum muda.