Pendidikan Bukan Alat Pemungut Pajak:Refleksi Manggarai saat ini

BERANDA, OPINI12 Dilihat

Penulis: Christian A. Antas

(Wakil Presidium Pendidikan dan Kaderisasi PMKRI Cab. Ruteng St. Agustinus)

Manggarai baru-baru ini sedang dihebohkan munculnya surat edaran dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kab. Manggarai. Surat edaran ini berisi instruksi kewajiban melampirkan bukti pelunasan PBB P2 dalam penerimaan murid baru tingkat TK-SMP. Terbitnya surat edaran ini menuai kontroversi dan melahirkan berbagai macam perspektif masyarakat serta para akademisi, karena surat ini tentunya melahirkan ketimpangan sosial terhadap masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi yang berbeda-beda. Lahirnya pertanyaan yang sangat urgent untuk direfleksikan bersama yakni “Benarkah pendidikan dijadikan media untuk mengejar target pajak?”  Mari kita refleksikan problematik ini dari berbagai aspek di bawah ini.

Pertama telah kita ketahui bersama bahwa pendidikan adalah hak dasar setiap anak. Hal ini tertuang dalam UUD 1945 Pasal 31 tentang setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Hal ini juga tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang system pendiidikan Nasional, telah ditegaskan bahwa pendidikan dilaksanakan secara adil, merata, dan tidak diskriminatif. Kewajiban melampirkan bukti pelunasan PBB tentunya mendiskriminasi serta membunuh masa depan generasi bangsa yang terlahir dari keluarga kurang mampu. Lalu pertanyaannya, dimana tujuan pendidikan yang inklusif dan hak setiap anak sesuai dengan UUD 1945 dan UU Tahun 2003 dalam surat edaran ini? Akankah kebijakan itu akan dilaksanakan meski menentang Hak Asasi Manusia dalam konteks ini anak yang ingin menjalankan hak pokoknya di tanah Nuca Lale ini?.

Kedua adalah anak tidak boleh menanggung beban pajak orang tua. Pajak itu kewajiban hukum orang dewasa, bukan anak-anak. Jadi, kewajiban dalam surat edaran dari Dinas PPO Kab. Manggarai ini tidak adil, karena anak-anak tidak punya kewajiban menanggung resiko dari tunggakan pajak orang tuanya. Kewajiban anak adalah belajar, bukan menanggung beban fiskal orang tua. Jadi, jangan korbankan masa depan anak hanya karena tunggakan pajak PBB orang tuanya. Hal ini akan menciptakan diskriminasi dan kesenjangan pendidikan di kalangan anak-anak generasi emas yang memiliki latar belakang keluarga dan ekonomi yang berbeda.

Ketiga fungsi utama pendidikan adalah membentuk dan mencetak generasi bangsa yang cerdas dan berakhlak sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945, bukan sebagai media untuk memaksa warga masyarakat membayar pajak. Jangan nodai tujuan luhur pendidikan untuk keperluan pajak.

Penulis bukan anti pajak, atau tidak menyetujui tujuan dinas PPO terkait meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak. Yang penulis sayangkan adalah tujuan muliah ini jalan di tempat yang tidak semestinya dia lalui. Kenapa dinas pendidikan mengurus PBB P2, bukan mengurus krisis pendidikan yang ada di manggarai? “Dapur sendiri kekurangan garam, tapi pemilik dapur malah berusaha mencari garam untuk dapur tetangga, hasilnya sayur di dapurnya terasa hambar.” Hal ini merepresentasikan keadaan manggarai sekarang.

Menyadarkan masayarakat akan pentingnya membayar pajak tidak harus membunuh masa depan generasi bangsa. Masih ada berbagai macan alternatif lain yang perlu dikaji dan digunakan sebagai alat dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk  taat akan pajak. Kesadaran pajak bisa dibangun lewat edukasi publik yang konsisten, bukan lewat syarat administratif yang menekan hak anak. Manggarai saat ini masih krisis pendidikan, jangan membuat kebijakan yang malah meningkatkan prosentasi rendahnya pendidikan di tanah ini!.

Pendidikan adalah hak fundamental yang harus dijamin oleh negara tanpa syarat. Pemerintah perlu mengingat bahwa pendidikan bukan alat pemungut pajak, melainkan sarana untuk mengangkat harkat dan martabat rakyat. Jangan sampai masa depan anak-anak tergadaikan karena kewajiban pajak yang belum dipenuhi orang tuanya. Anak-anak Manggarai hari ini bukan hanya pewaris tanah dan bangunan, tetapi juga pewaris masa depan. Jangan biarkan mereka tumbuh dengan beban yang bukan milik mereka.

 

Editor : Farly Tofen(Biro Pers dan Publikasi PMKRI Ruteng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *